Surabaya, HarianSurabaya.com–Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali menggelar kegiatan ‘Sambat Nang Cak Eri’ di Lobby Balai Kota Surabaya, Sabtu (20/8/2022). Kegiatan yang digelar sejak pukul 08.30 WIB tersebut, dihadiri puluhan warga dari sejumlah wilayah kecamatan di Surabaya.
Saat itu, warga yang hadir secara bergantian menyampaikan usulan hingga sambatan (keluhan) langsung kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Mulai dari soal pendidikan, ekonomi, rumah susun sewa sederhana (rusunawa), pertanahan, saluran hingga fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di lingkungan perumahan.
Sejumlah persoalan hingga usulan itu pun dirembuk langsung dan dicarikan solusi bersama di tempat. Bahkan saat itu, sejumlah pejabat pemkot mulai Sekretaris Daerah (Sekda), para Asisten, Kepala Perangkat Daerah (PD) hingga Camat, juga hadir langsung untuk membantu menyelesaikan persoalan warga.
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan, sejumlah persoalan yang dikeluhkan warga itu beberapa di antaranya berkaitan dengan fasum dan fasos. Seperti di antaranya, ada perwakilan warga perumahan yang mengeluh karena belum maksimalnya pengelolaan fasum meski mereka telah membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) kepada pihak pengembang.
“Jadi ada warga yang membeli perumahan misalnya, terus ada IPLnya, bayar sampah, kebersihan dan listrik. Pertanyaan saya? apa hubungannya dengan fasum, tidak ada. Fasum itu adalah fasilitas yang diserahkan kepada pemkot,” kata Wali Kota Eri Cahyadi.
Wali Kota Eri Cahyadi menegaskan, bahwa IPL tidak ada kaitannya dengan pengelolaan atau perawatan fasum dan fasos. Di sisi lain, fasum dan fasos di wilayah perumahan, perawatannya juga dapat dilakukan oleh warga setempat.
“Ketika yang namanya perumahan besar (elit) misalnya, terus setelah itu fasum dan fasos diserahkan pemkot, terus minta bayar listrik, bayar semuanya ditanggung pemkot. Lah, Surabaya ini adalah gotong-royong,” tegasnya.
Menurut dia, ketika fasum dan fasos sudah diserahkan pengembang kepada pemkot, maka pengelolaannya dapat dilakukan warga secara gotong-royong. Apalagi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Surabaya tidak mungkin akan cukup mengcover seluruh biaya perawatan fasum di Kota Pahlawan.
“Ketika anggaran kita gunakan untuk mengurangi kemiskinan, tiba-tiba ada perumahan besar kemudian bikin fasum diserahkan ke pemkot, setelah itu pemkot suruh bayar listrik, lha terus masyarakat miskinku sopo sing ngurusi (siapa yang mengurusi),” jelasnya.
Makanya, Wali Kota Eri Cahyadi meminta terutama kepada warga di lingkungan perumahan untuk mengubah mindset agar ketika bayar IPL tidak dihubungkan dengan perawatan fasum dan fasos. “Jadi jangan berfikir, ketika bayar sampah (IPL) dihubungkan dengan fasum. Ketika fasum diserahkan kepada pemkot pun kami akan menyampaikan bagaimana bayar biaya perawatan seluruhnya,” terangnya.
Di lain hal, ia juga telah meminta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya untuk mengubah pola tersebut. Sebab, dia tidak ingin dengan mengcover pembiayaan fasum di lingkungan perumahan, justru warga yang miskin mensubsidi orang kaya.
“Jangan sampailah orang miskin ini tambah ditekan saat mereka butuh bantuan. Makanya saya bolak balik ngomong (berbicara), Surabaya ini Kota Metropolitan, tapi jangan pernah lupa budaya ‘Arek Suroboyo’ yang saling bantu, gotong-royong dan toleransi,” tuturnya.
Wali Kota Eri Cahyadi menerangkan, bahwa di awal seharusnya juga ada perjanjian antara warga dengan pihak pengembang. Juga, perjanjian antara warga dengan pemkot sebelum fasum dan fasos itu diserahkan. Nah, ketika fasum seperti Penerangan Jalan Umum (PJU) atau saluran di perumahan diserahkan, maka selanjutnya perawatannya dapat dilakukan oleh warga.
“Karena itu saya meminta sekarang perizinan itu dibedakan antara fasum dengan IPL. Ketika fasum diserahkan, ya ada catatan, jangan minta bayar (perawatan) pemkot semuanya. Ini makanya saya minta duduk bersama, antara pihak perumahan dan kita (pemkot),” tandasnya. (hsa)