Wujudkan Dunia Kerja Jatim yang Inklusif dengan Memberi Ruang Bagi Penyandang Disabilitas, Gubernur Khofifah Terima Penghargaan dari Kemenaker RI

14 views
Gubernur Jawa Timur
Wujudkan Dunia Kerja Jatim yang Inklusif dengan Memberi Ruang Bagi Penyandang Disabilitas, Gubernur Khofifah Terima Penghargaan dari Kemenaker RI (foto : ist)

JAKARTA, hariansurabaya.com | Semangat Provinsi Jawa Timur memberikan ruang dan hak yang sama bagi penyandang disabilitas di dunia kerja mendapatkan apresiasi nasional.

Hari ini, Senin (21/11/2022), Kementerian Ketenagakeraan RI memberikan penghargaan nasional pada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
atas kiprahnya memberikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di dunia kerja inklusif di Jawa Timur.

Pemberiaan Penghargaan Nasional ini diketahui sengaja diberikan Kemenaker RI sebagai apresiasi pemerintah dan juga Perusahaan dan BUMN yang Memperkerjakan Tenaga Kerja Disabilitas tahun 2022.

Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziah pada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur, Himawan Estu Bagijo mewakili Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, di Jakarta, Senin (21/11/2022).

Atas diterimanya penghargaan ini, Gubernur Khofifah mengatakan bahwa memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada para penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak adalah cara untuk memberikan pemenuhan hak asasi kepada para penyandang disabilitas. Oleh karena itu Gubernur Khofifah terus mendukung agar penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama dalam bekerja.

“Terima kasih, penghargaan ini menjadi penguat semangat dan komitmen kami untuk terus memenuhi hak asasi penyandang disabilitas. Sebab banyak dari mereka yang sebenarnya memiliki semangat kerja dan kemampuan yang luar biasa,” kata Gubernur Khofifah disela kegiatannya di Jakarta.

Mantan Menteri Sosial RI ini menjelaskan bahwa dalam upaya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas dibutuhkan keterlibatan dari semua pihak. Tidak hanya di bidang pendidikan termasuk dari dunia kerja, dunia usaha dan masyarakat.

“Yang terlibat dalam mewujudkan dunia kerja yang inklusif di Jatim membutuhkan kerja sama lintas sektor. Semuanya harus sinergis dan kolaboratif dalam memberikan pemenuhan hak-hak bagi saudara-saudara kita penyandang disabilitas,” jelasnya.

Lebih lanjut Gubernur Khofifah menjelaskan salah satu masalah yang membuat mereka kurang mendapatkan kesempatan yang sama dalam bekerja adalah masih adanya stigma dari masyarakat, bahwa penyandang disabilitas kurang bisa beradaptasi sehingga kurang produktif. Sedangkan, lanjutnya, akan berbeda jika pandangan masyarakat tersebut lebih terbuka dan memberikan peluang yang sama bagi mereka untuk bekerja.

“Stigma yang kurang positif dapat menghambat terciptanya sistem ketenagakerjaan inklusi, meski sebetulnya mereka memiliki etos kerja dan produktivitas yang tinggi, dan tidak pernah menuntut lebih,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Gubernur Khofifah terus mendorong semua pihak baik di lingkungan pemerintah, dunia kerja dan dunia usaha di Jawa Timur untuk memberikan kesempatan dan melibatkan penyandang disabilitas di lingkungan kerjanya. Termasuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD).

ULD sendiri adalah unit layanan yang wajib dilaksanakan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota, melalui penguatan tugas dan fungsi ketenagakerjaan. Sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan yang menjelaskan Pasal 55, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Harapannya ULD menjadi platform baru layanan untuk pemenuhan hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas,” harapnya.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur perempuan pertama di Jatim ini juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh perusahaan yang secara khusus memberi ruang dan melibatkan penyandang disabilitas dalam lingkungan kerjanya.

Ditegaskan Gubernur Khofifah, pada tahun 2022 sebanyak 8 perusahaan yang memiliki komitmen kuat dalam pemenuhan kuota 1% pekerja disabilitas yang diusulkan ke Kemnaker RI.

Sebagaimana diketahui menurut UU no 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas bahwa BUMN/ BUMD minimal 2 % tenaga kerjanya harus dialojasikan untuk penyandang disabilitas. Sementara untuk perusahaan swasta minimal 1 % tenaga kerjanya harus dialokasikan untuk penyandabg disabilitas.

Salah satu perusahaan yang telah menerapkan dunia kerja inklusi di Jatim adalah Burger Buto Malang. Perusahaan tersebut tahun ini mendapatkan penghargaan dari Kemnaker RI untuk Sektor Usaha Perdagangan/Restoran kategori Kategori Perusahaan Sedang/Menengah.

Burger Buto Malang tersebut telah memperkerjakan 15 tenaga kerja disabilitas dan memenuhi syarat-syarat ketenagakerjaan lainnya termasuk kepersertaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Di Jatim juga ada perusahaan yang 40 % tenaga kerjanya penyandang disabilitas. Perusahaan yang bergerak di bidang farmasi ini adalah PT. United Farmatic Indonesia (PT. UFI) di Sidoarjo.

“Saya juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada sektor usaha di Jawa Timur yang melibatkan penyandang disabilitas dalam usahanya, Burger Buto Malang Terima kasih,” ucap Gubernur Khofifah.

Di sisi lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur mengatakan terdapat 60 perusahaan di Jawa Timur yang telah menempatkan penyandang disabilitas sebagai tenaga kerja. Total tenaga kerja disabilitas yang dikaryakan oleh 60 perusahaan tersebut adalah 866 orang Pekerja yang terdiri atas 257 laki-laki dan 211 orang wanita.

Penyerapan tenaga kerja disabilitas tersebut mengalami kenaikan sebesar 78,18% dibanding tahun 2021. Menurutnya kondisi terebut, masih jauh dari ideal dibanding jumlah perusahaan yang tercatat di Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) sebanyak 39.861 perusahaan.

“Faktornya antara lain masih kurang terakomodasinya penyandang disabilitas di dunia kerja, karena beberapa alasan seperti ketidaksesuaian antara keterampilan atau keahlian yang mereka miliki dengan kebutuhan industri, stigma masyarakat yang masih kuat terhadap tenaga kerja disabilitas, juga kurangnya layanan publik yang membantu penempatan kerja bagi disabilitas,” Kata Himawan. (*)