hariansurabaya.com | SURABAYA – Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur berkomitmen untuk membawa UMKM di bidang Kopi untuk naik kelas. Karena salah satunya adalah ekspor kopi menjadi target pemerintah agar komoditas itu bisa berbicara di kancah internasional. Apalagi kopi menjadi salah satu komoditas unggulan yang sudah dan sedang dikembangkan di beberapa daerah.
Hal itu diungkapkan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kantor Wilayah Jawa Timur, Bandu Widiarto saat membuka Java Coffee Culture (JCC) dan Festival Peneleh di Hotel Platinum Surabaya, Sabtu (8/7/2023).
“Bank Indonesia terus memberikan dukungan agar UMKM kopi agar bisa naik kelas dengan ekspor ke luar negeri. Untuk itu, Bank Indonesia memiliki tiga pilar kebijakan.” Jelas Bandu.
Kebijakan pertama yakni Korporatisasi dengan mendorong UMKM kopi berkelompok baik secara vertikal atau horisontal baik dalam bentuk Gapoktan atau koperasi. Karena dengan berkelompok, kelemahan masing-masing UMKM bisa diselesaikan.
Kebijakan kedua adalah peningkataan kapasitas. Ini menjadi pilar penting UMKM kopi bisa naik kelas. Untuk bisa meningkatkan kualitas kopi dan memenuhi pasar ekspor, harus melihat tiga hal yakni kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
Sedangkan kebijakan ketiga terkait pembiayaan. Karena pembiayaan sangat penting bagi UMKM kopi.
“Aspek pembiayaan penting. Karena tidak mungkin UMKM kopi bisa mengekspor kopi secara langsung karena itu butuh biaya. Semoga KUR (Kredit Usaha Rakyat) bisa sampai ke UMKM kopi,” tambah Bandu.
Bandu juga menjelaskan bahwa bentuk implementasi dari pilar kedua, BI melakukan optimalisasi produk serta kelembagaan dan sertifikasi. Karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk bisa ekspor.
“Kami juga mendorong ekspor bersama UMKM kopi karena tidak mungkin bisa ekspor sendiri,” ungkap Bandu.
Sedangkan kendala lainnya menurut Bandu adalah UMKM kopi bisa menembus pasar ekspor adalah melalui proses kualitas, kuantitas dan kontinyuitas. Tiga hal itu yang kadang tidak bisa dipenuhi sehingga ekspor sulit dipertahankan.
Hal senada diungkapkan Fernanda Reza Muhammad dari Kadin Jawa Timur. Reza mengatakan bahwa sebenarnya peluang ekspor kopi sangat terbuka lebar.
“Saat ini ada delapan negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Warganya suka minum kopi terutama robusta. Dan mereka bukan penghasil kopi sehingga harus impor termasuk dari Indonesia,” jelas Fernanda.
Tambah Fernanda, namun tantangan ekspor itu sangat besar. Mutu, pasokan serta tidak konsisten, itulah tantangan terbesarnya. Pertanian masih tradisional, harga fluktuatif apalagi kopi menyaratkan adanya sertifikasi standar lembaga yang ditunjuk.
Sedangkan Michael Utama selaku Co Founder Belajar Kopi Bersama yang siang itu juga menjadi salah satu pembicara mengatakan salah satu dari kekurangan kopi Indonesia adalah adanya kesalahan proses pasca panen.
“Misalnya ada yang asal petik, tidak hygienis, tidak melewati proses pengeringan yang maksimal, proses penyimpanan yang salah dan sebagainya. Mereka (petani) kurang paham bahwa kopi itu produk untuk dikonsumsi sehingga harus ada standar yang harus dipenuhi,” jelasnya.
Pada talkshow kali ini, Kpw BI Jatim menghadirkan 2 narasumber yaitu Komisaris CoffeeLab dan Wakil Ketua SCAI – Michael Utama, Perwakilan KADIN Jatim – Fernanda Reza Muhammad serta Eksportir dan Founcer CV Frinsa Argolestari Wildan Mustofa.(ac)