Gubernur Khofifah Ajak ACFE Berkolaborasi untuk Hindarkan ASN Jatim dari Perilaku Fraud

7 views
Gubernur Khofifah Ajak ACFE Berkolaborasi untuk Hindarkan ASN Jatim dari Perilaku Fraud
Gubernur Khofifah Ajak ACFE Berkolaborasi untuk Hindarkan ASN Jatim dari Perilaku Fraud

hariansurabaya.com | SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak Association of Certified Fraud Eximiners (ACFE) Indonesia Chapter untuk berkolaborasi dalam upaya menghindarkan ASN Jatim dari perilaku fraud.

Salah satu bentuknya, Gubernur Khofifah akan secara khusus mengundang ACFE untuk menjadi narasumber khusus dalam program ASN Belajar. Dengan demikian, diharapkan para speaker ACFE bisa berbagi materi tentang perilaku kecurangan (fraud).

“Sebagai asosiasi yang menyediakan pendidikan dan pelatihan anti fraud, kami ingin berkolaborasi agar ke depan ACFE bisa turut serta menjadi narasumber dalam program ASN Belajar untuk menghindarkan ASN di Jatim dari perilaku fraud,” kata Gubernur Khofifah usai kegiatan National Anti Fraud Conference (NAFC) di Surabaya, Kamis, (14/9).

Tak hanya itu, ajakan tersebut juga dikatakan Gubernur Khofifah sebagai wujud sinergi dan kolaborasi yang solid dari para stakeholders. Utamanya, dalam menguatkan pencegahan fraud dan pendeteksian melalui rancangan internal control dan implementasi fraud control yang memadai.

“Momentum ini dapat menjadi building blocks untuk menanggulangi korupsi secara holistik, komprehensif, sinergis dan kolaboratif sebagaimana tema konferensi kali ini yang mengambil motto dari pemerintah daerah Jawa Timur ‘Jer Basuki Mawa Beya’ (tidak akan pernah ada keberhasilan tanpa pengorbanan),” tegasnya.

Lebih lanjut, Khofifah mengatakan, ACFE sangat tepat menjadi narasumber program ASN Belajar sehingga ASN juga akan mendapat ilmu mengenai pengembangan kompetensi pegawai di lingkungan pemerintah.

“Dengan adanya wacana ini, saya berharap ASN memperbarui terus-menerus pemahamannya mengenai perkembangan potensi fraud . Termasuk upaya pendeteksian dan pembuktian memahami motif dan tindakan yang kian canggih,” jelasnya.

Sejauh ini, Khofifah menjelaskan Pemprov Jatim telah melakukan beberapa langkah pencegahan pemberantasan korupsi. Salah satunya, dengan aktif mengikuti berbagai kegiatan pencegahan korupsi bersama Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi pemberantasan korupsi (KPK).

“Selain itu, kami ikut serta dalam kegiatan survei penilaian integritas yang bertujuan melakukan Pemetaan terhadap potensi area korupsi dengan melibatkan responden internal. Mulai ASN, non ASN, pengguna layanan publik, serta stakeholder seperti BPK BPKP, APH, Lembaga legislatif, DPRD, pengusaha, advokat, jurnalis, advisor lembaga donor dan NGO anti korupsi,” urainya.

Ajakan tersebut, kata Khofifah, juga mendukung Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 74 tahun 2022 tentang rencana pengendalian kecurangan di lingkungan Pemprov Jawa Timur.

“Diperlukan pengendalian atas tindakan kecurangan yang berindikasi pada tindak pidana korupsi untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik,” katanya.

Khofifah berharap, ajakan tersebut segera terlaksana sehingga seluruh komponen di lingkungan Pemprov Jawa Timur mampu meningkatkan integritas. Sekaligus bisa menguatkan sistem pengendalian internal di lingkungan Pemprov Jawa Timur.

Karena menurutnya sudah saatnya semua elemen turut berjuang dalam pemberantasan korupsi dan perilaku kecurangan di semua lini utamanya pemerintah.

“Saya berharap ajakan tersebut segera terlaksana sehingga aturan dan action di lapangan berjalan seiring seirama demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sehat,” pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Khofifah turut menerima token apresiasi dari Presiden ACFE Hery Subowo atas dukungan penyelenggaraan acara National Anti Fraud Conference (NAFC).

Di sisi lain, Presiden ACFE Hery Subowo menambahkan, strategi pengendalian fraud dapat dilakukan melalui tiga hal, yakni transformasi nilai, implementasi nilai, dan internalisasi. Sedangkan empat pilar pengendalian fraud antara lain, pencegahan, deteksi, investigasi, dan tindak lanjut. “Fraud adalah masalah manusianya, bukan soal prosedur, kebijakan, atau pengendalian internal,” ungkapnya.

Berdasarkan rilis Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) bertajuk Asia-Pacific Occupational Fraud 2022, A Report to the Nations, Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah fraud di tahun 2022, tercatat sebanyak 23 kasus. Fraud terbesar di Indonesia adalah korupsi (64 persen), penyalahgunaan aktiva/kekayaan negara & perusahaan (28,9 persen), dan fraud laporan keuangan (6,7 persen).

Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Isma Yatun mengapresiasi ACFE chapter Indonesia yang secara konsisten memfasilitasi berbagai kegiatan melalui pelatihan diskusi sertifikasi dan workshop.

Menurutnya, pada situasi di mana korupsi bersifat sistemik seperti di Indonesia, maka dibutuhkan upaya bersama sebagai unsur utama dalam pemberantasan korupsi. Hal ini karena collective responsibility semua pemangku kepentingan harus bertindak secara kolektif untuk memberantas korupsi secara efektif.

Apalagi, lanjutnya korupsi dalam kehidupan bernegara akan berdampak pada buruknya pelayanan publik, memperlebar kesenjangan sosial, menimbulkan ketidakpuasan masyarakat, menurunkan kepercayaan publik pada pemerintah serta lembaga negara, serta menurunkan kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya.

Di sisi lain, berdasarkan data yang ada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di angka 34 yang merupakan rangking 110 dari 180 negara.

“Permasalahan korupsi yang telah mengakar dan sistemik ditambah hadirnya disrupsi digital membuat perilaku korupsi berevolusi semakin kompleks, luas dan sulit terdeteksi,” katanya.

Di sisi lain, disrupsi digital sejatinya memberikan peluang baru untuk meminimalkan perilaku koruptif, meningkatkan transparansi melalui penggunaan teknologi baru dan analisa data yang lebih cerdas.

“Ketika proses menjadi lebih canggih, maka skema menjadi lebih kompleks dan teknologi menjadi lebih inovatif,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ia mengaku akan lebih optimal apabila dilakukan sinergi dan komitmen dari para stakeholders lintas sektor. Mengingat isu korupsi memiliki banyak sisi dan kompleks yang dipengaruhi oleh perubahan institusional sosial politik dan teknologi transformasi digital di setiap takaran pemerintahan.

“Di lingkup internal pemerintah, harus dibangun sinergi dan kolaborasi antara para perumus kebijakan nasional lembaga pengawasan dan pemeriksa eksternal serta aparat penegak hukum melalui proses transparan dan efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pihak lainnya,” tutupnya.

Turut hadir, antara lain Kepala Perwakilan BPK Jatim Karyadi, Wakil Presiden ACFE Indonesia Chapter Indra Wijaya dan Direktur Of Public Reletion ACFE Indonesia Chapter Alphonsa Animaharsi.(ac)