Emil Dardak Bahas Keuangan Daerah dalam Dialog Tingkat Tinggi UCLG-UNCDF

12 views
Emil Dardak Bahas Keuangan Daerah dalam Dialog Tingkat Tinggi UCLG-UNCDF
Emil Dardak Bahas Keuangan Daerah dalam Dialog Tingkat Tinggi UCLG-UNCDF

hariansurabaya.com | SURABAYA – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menjadi panelis di Dialog Tingkat Tinggi ‘Koalisi Global Malaga untuk Keuangan Kota’ secara virtual yang diselenggarakan oleh United Nations Capital Development (UNCDF) dan United Cities and Local Governments (UCLG) pada Jumat (6/10/2023).

Wagub Emil hadir menjadi panelis bersama Pakar Desentralisasi Fiskal Daerah NALAS Mr. Elton Stafa, Dirjen Pemerintah Daerah Kementerian Administrasi Teritorial dan Desentralisasi Guinea Mr. Ousmane Sako, Penasihat Teknis Senior Dewan Bank Pembangunan Eropa (CEB) Ms. Elisa Muzzini, Direktur Divisi Manusia dan Inklusi Sosial Kepala Jaringan Global CIFAL Institut Pelatihan dan Penelitian PBB (UNITAR) Mr. Alexander A. Mejia, Kepala Keuangan Publik Internasional Fitch Ratings Mr. Nicolas Painvin, dan Profesor Keuangan dan Perencanaan Publik Universitas New York Prof. Paul Smoke.

Koalisi Global Malaga untuk Keuangan Kota dibentuk pada tahun 2018 oleh United Nations Capital Development (UNCDF) dan United Cities and Local Governments (UCLG), bekerjasama dengan Global Fund for Cities Development (FMDV). UNCDF adalah pusat keuangan subnasional PBB dan UCLG adalah jaringan global terbesar yang mewakili pemerintah lokal dan regional. Koalisi Malaga bertujuan untuk membekali pemerintah daerah dengan dukungan finansial dan teknis untuk mewujudkan potensi penuh mereka dalam bertransformasi.

“Saya mendapatkan kehormatan untuk berpartisipasi kembali dalam agenda ini, dimana pada 2019 saya diundang OECD ke Paris untuk membahas penyusunan data keuangan daerah (SNG-WOFI) ini. Saya senang bisa dimintai tanggapannya terkait bagaimana WOFI bisa jadi referensi berharga sekaligus arah keuangan pemerintah daerah kedepannya,” kata Wagub Emil.

Wagub Emil mengatakan bahwa pentingnya memiliki suatu tolak ukur. Pasalnya praktik politik bisa saja dapat menjadi suatu penghalang jika menyangkut desentralisasi daerah, desentralisasi kewenangan dan desentralisasi sunber daya fiskal yang seharusnya berjalan beriringan dan diselaraskan.

“Selama masa jabatan saya sebagai Wakil Gubernur, akhirnya tahun 2022 kemarin disahkan undang-undang baru yang mengubah hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi sebagai pemerintah daerah, dan pemerintah kota dalam hal pembagian pajak dan pemungutan pajak,” ucapnya.

Emil pun memberikan gambaran dimana sumber pendapatan pemerintah provinsi berasal dari pajak  kendaraan dan pemerintah pusat secara langsung menungut pajak pertambahan nilai serta pajak penghasilan baik dari perorangan maupun badan usaha, sedangkan pemda memungut pahak dari badan usaha seperti restoran, pusat perbelanjaan, hiburan, dan pajak properti.

“Pengaturan semacam ini juga menciptakan semacam kesenjangan antara satu kota dengan kota lainnya, dan kota yang secara dominan metropolis akan memiliki lebih banyak pendapatan karena mereka mendapatkan keuntungan dari valuasi properti yang lebih tinggi, dan kota-kota atau metropolis juga memiliki lebih banyak perusahaan yang dapat menjadi objek pajak bagi pemerintah kota,” tuturnya.

Menurut mantan Wakil Presiden UCLG Asia Pacific tersebut, forum ini sangat penting untuk
menyatukan diskusi tentang semua perihal tersebut dan gambaran praktik yang terjadi di seluruh dunia.

“Bisa dilihat bahwa kita memiliki praktik yang berbeda-beda antar negara, dan juga sifat negara yang berbeda. Misal di negara berbentuk federal maka mereka memiliki kekuatan secara mendasar melekat pada negara tersebut, dibandingkan Indonesia yang merupakan negara kesatuan dimana pemprov diberikan kekuasaan oleh pemerintah yang berdaulat sehingga terdapat perbedaan situasi,” ungkapnya.

Menurutnya pula dalam konteks pergantian rezim dan perimbangan fiskal akan memiliki dampak pada keberlanjutan keuangan daerah seperti dalam contoh kasus yang terjadi saat Pandemi Covid-19.

Pemerintah pusat memberikan insentif kepada pemda untuk mengakses pembiayaan utang dengan memberikan pinjaman tanpa bunga dengan kelonggaran waktu yang lebih lama guna meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk inisiatif pemulihan ekonomi termasuk infrastruktur.

“Jadi mereka sudah mengenal gagasan tentang peningkatan pendapatan, namun saat ini
pemerintah-pemerintah ini mulai memasuki masa pelunasan hutang, kita mulai melihat bahwa ada juga permasalahan dalam situasi politik antar parlemen terkait cara meningkatkan pendapatan negara guna melunasi hutang negara,” jelasnya.

“Situasi ini sangat menarik. Kematangan masing-masing pemerintah daerah di Indonesia berbeda satu sama lain, mulai dari perihal desentralisasi hingga tata kelola pemerintahan, sehingga perlu diperhitungkan apakah suatu kota benar-benar siap untuk mengakses pembiayaan tersebut atau tidak,” sambungnya.

Sebagai penutup, Emil berharap melalui diskusi ini tentunya ada tindaklanjut dengan adanya konsensus global mengenai bagaimana seharusnya ada keselarasan antara desentralisasi fiskal dan desentralisasi kewenangan.

“Saya sangat mendukung SNGWOFI ini dan sangat antusias untuk menindaklanjuti pembahasan kita serta mencoba membawa hal ini ke dalam diskusi dengan asosiasi pemerintah serta kementerian dalam negeri yang bertugas mengawasi pemerintah daerah,” pungkasnya.(ac)