hariansurabaya.com | JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Rapat Dewan Komisioner Bulanan pada 30 Juli 2025 menyampaikan bahwa stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga di tengah dinamika ekonomi global.
Dalam laporan terbaru, International Monetary Fund (IMF) meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia, untuk tahun 2025 dan 2026. Optimisme ini didukung aktivitas ekonomi semester pertama 2025 yang melampaui ekspektasi awal, penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), membaiknya likuiditas global, serta kebijakan fiskal yang akomodatif.
Selain itu, meredanya tensi perang dagang berkat kesepakatan tarif antara AS dan negara mitra utama turut mendorong perbaikan kinerja manufaktur dan perdagangan global. Pertumbuhan ekonomi di AS dan Tiongkok pada kuartal II-2025 juga tercatat lebih tinggi dari perkiraan. Kondisi ini memperkuat pasar keuangan global, dengan investor beralih ke aset berisiko (risk-on) dan aliran modal terus masuk ke negara emerging market, termasuk Indonesia.
Dari sisi domestik, stabilitas permintaan tetap terjaga dengan inflasi rendah dan pertumbuhan uang beredar yang meningkat. Neraca perdagangan menunjukkan surplus berkelanjutan dan cadangan devisa tetap tinggi, meskipun Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur masih berada di zona kontraksi. Kesepakatan Indonesia-AS untuk menurunkan tarif menjadi 19 persen diproyeksikan meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan.
Perkembangan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon
Pasar saham Indonesia menunjukkan tren positif. Setelah sempat melemah 2,15 persen year-to-date (ytd) pada akhir Juni 2025 di level 6.927,68, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 31 Juli 2025 menguat 5,71 persen ytd ke level 7.484,34. Sektor Teknologi, Infrastruktur, dan Industri mencatat penguatan tertinggi. Nilai kapitalisasi pasar saham bahkan mencapai rekor tertinggi Rp13.701 triliun pada 29 Juli 2025, meskipun ditutup Rp13.492 triliun di akhir bulan.
Investor non-resident tercatat melakukan net sell sebesar Rp8,34 triliun pada Juli 2025, dengan total net sell Rp61,91 triliun sepanjang tahun. Namun, likuiditas transaksi tetap terjaga dengan rata-rata nilai transaksi harian Rp13,42 triliun, melampaui rata-rata tahun 2024.
Pasar obligasi juga menguat. Indeks ICBI naik 1,17 persen ke level 418,84, dengan yield SBN turun 10,82 basis poin (bps) mtd. Investor asing mencatat net buy Rp13,28 triliun di pasar SBN pada Juli (ytd: Rp55,32 triliun). Sementara itu, nilai Asset Under Management (AUM) industri pengelolaan investasi meningkat menjadi Rp856,62 triliun, dengan NAB reksa dana Rp526,53 triliun.
Penghimpunan dana di pasar modal masih positif, mencapai Rp144,78 triliun, termasuk Rp8,49 triliun dari 16 emiten baru. Saat ini terdapat 11 pipeline Penawaran Umum senilai Rp12,95 triliun. Pada Securities Crowdfunding (SCF), total dana terhimpun sejak awal diberlakukan hingga Juli 2025 mencapai Rp1,64 triliun dengan 184.504 pemodal.
Di pasar derivatif keuangan, transaksi Juli 2025 mencapai Rp3.191,01 triliun, dengan rata-rata harian Rp138,74 triliun. Akumulasi volume transaksi sejak Januari hingga Juli 2025 mencapai 655.632 lot dengan nilai Rp4.500,10 triliun.
Untuk Bursa Karbon, sejak peluncurannya pada September 2023 hingga Juli 2025, tercatat 116 pengguna jasa dengan volume transaksi 1.599.357 tCO2e senilai Rp77,95 miliar.
Prestasi dan Tata Kelola Emiten
Dalam ASEAN Corporate Governance Conference & Awards 2025 di Malaysia, Indonesia mencatat kenaikan skor rata-rata nasional ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) sebesar 9 persen, tertinggi di kawasan. Empat emiten Indonesia masuk Top 50 ASEAN, termasuk dua bank yang menembus 10 besar. Jumlah perusahaan Indonesia dalam ASEAN Asset Class juga meningkat signifikan dari 9 menjadi 23 perusahaan.
Buyback dan Penegakan Aturan
Sejak 20 Maret hingga 31 Juli 2025, sebanyak 45 emiten melaporkan rencana buyback tanpa RUPS dengan total alokasi Rp26,52 triliun. Dari jumlah tersebut, 36 emiten telah merealisasikan buyback senilai Rp3,7 triliun (13,8 persen).
Dalam aspek penegakan aturan, OJK pada Juli 2025 menjatuhkan sanksi administratif berupa denda total Rp8,63 miliar kepada 19 pihak, enam peringatan tertulis, satu perintah tertulis, serta pencabutan izin usaha dua perusahaan efek, yakni PT Pratama Capital Sekuritas dan PT Masindo Artha Sekuritas.
OJK menegaskan bahwa dengan kondisi yang resilient ini, Sektor Jasa Keuangan diharapkan terus menjadi motor penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. (acs)













