SURABAYA – Susu kental manis memiliki kandungan energi yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan gizi masyarakat, termasuk anak-anak. Demikian diungkapkan Pakar Gizi sekaligus Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGKUI) Ir. Ahmad Syafiq M.Sc., Ph.D.
“Susu kental manis tidak masalah dikonsumsi secara proporsional. Tapi kalau sudah berlebih, apapun juga tidak boleh. Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis sudah di atur dalam Perka BPOM 21/2016 tentang Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971:2011 tentang susu kental manis.” kata Ahmad dalam keterangan persnya, Sabtu (11/8/2018).
Ahmad yang berbicara pada seminar sehari berjudul “Literasi Gizi, Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis’ di Universitas Indonesia, mengatakan dalam aturan BPOM disebutkan kombinasi gula dan lemak pada produk ini adalah 51-56 persen dengan kandungan gula 43-48 persen.
“Susu kental manis sebagai minuman harus di campur dengan air. Sehingga setelah dilarutkan sesuai saran penyajian, kandungan susu kental manis memiliki kadar lemak susu tidak kkurang dari 3.5 gr, total padatan susu bukan lemak tidak kurang dari 7.8 gr dan kadar protein tidak kurang dari 3 gr.” Jelasnya.
Lanjut dia, perlu diingat bahwa semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang.
“Siapa saja boleh mengonsumsi susu kental manis dalam jumlah tidak berlebihan. Namun perlu diingat, susu kental manis tidak cocok untuk bayi usia 0-12 bulan dan bukan menggantikan ASI.” katanya.
Susu kental manis boleh disajikan sebagai minuman, tetapi tentu untuk balita harus disesuaikan penyajian dan bukan sebagai asupan tunggal. Sebelumnya, Kementerian Kesehatan pada 2015 menggelar Survei Diet Total untuk masyarakat Indonesia yang menunjukkan data bahwa masyarakat Indonesia masih kekurangan pasokan energi.
“Itu belum termasuk kekurangan asupan gizi lainnya, sehingga konsumsi gula secara wajar tidak menjadi persoalan karena unsur makanan ini adalah sumber energi. Kondisi tubuh yang kekurangan energi justru berbahaya bagi tumbuh kembang anak.” katanya (rur)