hariansurabaya.com | Saham Farmasi Overbought, Masuk Atau Take Profit
Jakarta – Gelombang di pasar saham tanah air terus berlanjut. Setelah ramainya influencer saham dari kalangan public figure hingga efek vaksin Covid 19 membuat saham-saham yang bergerak di bidang farmasi terus berguncang. Berdasarkan data BEI, harga saham IRRA menguat dari level mulai 12 Januari saham PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) memimpin, dimana saham ini TSPC melesat 9,55% ke posisi Rp 2.180/saham.
Ada lagi saham dari anak usaha PT Biofarma (Persero), yakni PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) yang juga ikut-ikutan naik. Saham INAF melesat 8,4% ke Rp 6.775/saham walaupun pada penutupan 14 Januari turun di angka Rp 6.050/saham. Nilai transaksi saham INAF mencapai Rp245,15 miliar. Adapun investor asing mencatat net sell Rp4,46 miliar.
Angka ini sejatinya cukup tinggi, karena pada akhir 2020, INAF masih nangkring di angka Rp 4030/saham. Tidak ketinggalan Kimia Farma (KAEF) sempat melonjak ke angka ke Rp 6.975/saham pada 12 Januari 2021, sebelum akhirnya turun ke angka Rp 6050/saham dua hari kemudian. Berdasarkan data, KAEF juga mengalami menglami kenaikan yang cukup tinggi. Pasalnya pada akhir 2020 saham ini harganya masih Rp 4250.
Kenaikan fantastis juga dialami oleh PT Itama Ranoraya (IRRA) yang telah menguat dari level Rp 1.700 menjadi Rp 3.700 sepanjang bulan ini. Akibat kenaikan yang cukup tinggi, yaitu lebih dari 100 persen, membuat (IRRA) terkena suspensi akibat adanya indikasi unusual market activity (UMA). Sentimen ini bertambah negatif, dengan adanya revisi laporan keuangan oleh managemen IRRA yang diam-diam melakukan perubahan laporan keuangan secara signifikan periode Juni dan September 2020.
Mengutip laporan keuangan yang diterbitkan IRRA di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Rabu (13/1/2021), IRRA terpantau melakukan revisi sebanyak 1 kali untuk laporan keuangan paruh pertama 2020. Pada laporan keuangan yang dipublikasikan 30 Juli 2020, aset perusahaan selama semester pertama 2020 mencapai Rp 270,52 miliar, dan berubah menjadi Rp 270,29 miliar pada revisi yang diterbitkan 11 Desember 2020. Kabarnya terdapat dua emiten farmasi yang dinilai dapat menyusul terkena penghentian sementara perdagangan akibat terlalu tingginya aktivitas pasar. (rls)