hariansurabaya.com | SURABAYA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga yang mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha penyediaan avtur di bandar udara. Diduga hal tersebut dilakukan antara lain dengan menolak penawaran kerja sama dengan pelaku usaha yang ingin masuk ke pasar avtur maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi. Keputusan untuk dimulainya penyelidikan dengan register No. 21-89/DH/KPPU.LID.I/IX/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terkait Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Penerbangan (Avtur) di Indonesia Tahun 2024 tersebut ditetapkan dalam Rapat Komisi yang dilaksanakan pada tanggal 18 September 2024 lalu.
Untuk jelasnya, KPPU telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran
undang-undang dalam penyediaan dan pendistribusian avtur di Indonesia selama beberapa
bulan terakhir. Melalui penyelidikan awal tersebut, KPPU menemukan adanya bukti awal atas dugaan pelanggaran Pasal 17 (praktik monopoli) dan Pasal 19 huruf a dan atau d
(penguasaan pasar) oleh PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan avtur di bandar udara.
Penyelidikan awal ini didasari dari fakta tingginya harga avtur di Indonesia, bahkan tertinggi di Asia Tenggara. Termasuk untuk harga avtur di Bandara Soekarno Hatta yang memiliki konsumsi terbesar untuk avtur di Indonesia.
Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya monopoli dalam
penyediaan avtur juga dapat menjadi faktor tingginya harga avtur. Saat ini, hanya terdapat 4 (empat) pelaku usaha yang mengantongi ijin niaga avtur di Indonesia yakni PT AKR
Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra
Niaga. Dari jumlah tersebut, hanya 2 (dua) pelaku usaha yang telah beroperasi dalam
penyediaan avtur di bandar udara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72
(tujuh puluh dua) bandar udara komersial dan non-komersial, dan PT Dirgantara Petroindo
Raya yang memasok ke 2 (dua) bandar udara non-komersial. Berdasarkan data penjualan,
diketahui pangsa pasar PT Pertamina Patra Niaga mencapai 99,97% atau memiliki posisi
monopoli pada pasar avtur di Indonesia.
Penyelidikan awal KPPU juga menemukan bentuk praktik monopoli dan penguasaan
pasar dalam penyediaan avtur tersebut, seperti adanya perilaku eksklusif yang mencegah
masuknya pesaing potensial masuk ke dalam pasar dan penjualan yang hanya dilakukan
kepada perusahaan terafiliasi. Dalam hal ini, KPPU menduga PT. Pertamina dan PT.
Pertamina Patra Niaga telah mengakibatkan pesaing PT. Pertamina Patra Niaga mengalami
hambatan untuk memasuki pasar avtur. Sementara berdasarkan Peraturan BPH Migas No.
13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan
Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara,
penyediaan dan pendistribusian avtur terbuka di setiap bandar udara bagi seluruh pelaku
usaha yang memenuhi persyaratan. Bahkan dalam hal pelaku usaha tidak memiliki fasilitas
penyimpanan dan penunjangnya, pelaku usaha dapat melakukan co-mingle atau bekerja
sama untuk tanki penyimpanan bersama melalui prinsip borrow and loan, vendor and
consignment, atau sale and purchase yang berlaku umum dalam dunia penerbangan.
“Berdasarkan fakta dan alat bukti permulaan, KPPU memutuskan untuk meningkatkan
status penyelidikan awal tersebut ke tahapan penyelidikan, dan akan menjadwalkan
pemanggilan beberapa pihak terkait untuk dimintai keterangan seperti Menteri ESDM RI,
Direktur Utama PT. Pertamina (Persero), Direktur Utama PT. Pertamina Patra Niaga, serta
berbagai pihak terkait lainnya”, jelas Anggota KPPU Gopprera Panggabean.(ist)