hariansurabaya.com | Benarkah Gelora Bakal “Rusak” Suara PKS?
Surabaya – Saya cukup tergelitik saat membaca pendapat Adi Susilo, Pakar politik. Pasalnya dia membuat kesimpulan, Partai Gelora bakal rusak suara pks.
Benarkah?
Sebagai orang yang terlibat sejak awal pendirian Partai Gelora, dan terlibat secara intens proses pertumbuhan Gelora dalam dua tahun terakhir khususnya di Jawa Timur, saya merasa pendapat tersebut cenderung dipaksakan dan bisa menjadi penyulut ” memanasnya” hubungan antar kader akar rumput.
Padahal selama ini hubungan Kader Gelora dengan Kader PKS baik baik saja, meski masih ada satu dua kader saling sindir.
Memang antara Gelora dengan PKS terjadi persinggungan. Karena sebagian kader PKS pindah Gelora, diantaranya Anis Matta, Fahri hamzah, mahfudz Sidiq, Bang irel, dan beberapa tokoh daerah. Tetapi dari sis jumlah kader yang berpindah sangat kecil, tidak lebih 5%.
Itu artinya, potensi terjadinya perebutan suara diceruk segmen PKS sangatlah kecil. Persis seperti yang terjadi antara Golkar dengan Gerinda, Golkar dengan Nasdem.
Apakah pecahnya Golkar menjadi Gerindra dan Nasdem serta merta menggerus suara Golkar?.
Nyatanya tidak. Golkar tetap bertengger di 5 besar. Gerindra pun menyembul masuk 7 besar. Demikian juga Nasdem, tak jelek amat capaianya.
Pemilih di Indonesia, khususnya kaum milineal sangat cair. Apalagi tingkat Floating mass di Indonesia cukup tinggi. Maka peluang partai starup, seperti Gelora cukup besar menarik segmen yang belum menentukan pilihan tersebut.
Lagi pula, ceruk pasar PKS relatif kecil untuk diperebutkan. Maka Gelora lebih menoleh pangsa pasar tengah, meski pengsa pasar kanan pun banyak yang memilih partai Gelora.
Fakta di lapangan, nyaris 60% penambahan kader Gelora khususnya di Jatim, dari segmen menengah kebawah, dimana ideologi dan preferensi politiknya lebih cenderung nasionalis relegius.
Dari sisi platfom partai, Gelora dan PKS beda. Gelora Partai terbuka, semua kalangan bisa masuk.
Gelora lebih meng-indonesia, karena Gelora berjuang untuk kepentingan Indonesia meski tetap berpijak pada aspirasi ummat Islam sebagai entitas dominan di negeri ini.
Keterbukaan Partai Gelora ini kemudian memantik berbagai kalangan ikut berkonstribusi memikul beban cita cita perjuangan partai Gelora.
Banyak kader baru berjilbab, tapi tak sedikit juga yang kader baru yang tidak berjilbab. Banyak pula kader baru yang tak berjenggot, bertato, dari kalangan nasionalis, tetapi tidak sedikit kader baru dari kalangan religius maupun aktifis Islam.
Jadi, inilah performance Partai Gelora. Seperti lapangan sepak bola, yang membuka ruang siapapun menjadi pemain dan penonton, tanpa dipilah pilih.
Tentu, jika ingin menjadi pengurus, ada syarat syarat yang harus dipenuhi, diantaranya menerima visi misi partai, ikut pengkaderan partai dan siap berjuang membesarkan partai demi terwujudkan cita cita Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia.
Dilihat dari dua hal ini saja, yakni segmen dan platfom partai Gelora, maka sangat kecil peluang Gelora akan merusak suara PKS, karena segmen pemilihnya berbeda.
Lagi pula Gelora tidak tertarik dengan cara cara seperti itu, karena samudra suara terbentang luas.
Namun, jika ada sebagian suara PKS pindah ke Gelora, mungkin saja terjadi, karena pesta demokrasi memberi ruang pilihan kepada semua orang. Semua orang bisa menentukan pilihan dan masa depannya sendiri sendiri, tak bisa lagi didekte atas nama taat oleh pimpinan partai. (ist)
Penulis: Muhamad Sirot – Ketua DPW Gelora Jatim