Kembang Kempis Tanggapan Seni Jaranan Dihajar COVID-19, Ini Rekomendasi Seniman LIRA Kepada Pemprov Jawa Timur

129 views
LIRA
Kembang Kempis Tanggapan Seni JarananDihajar COVID-19, Ini Rekomendasi Seniman LIRA Kepada Pemprov Jawa Timur (foto : ist)

hariansurabaya.com | Kembang Kempis Tanggapan Seni Jaranan Dihajar COVID-19, Ini Rekomendasi Seniman LIRA Kepada Pemprov Jawa Timur

Surabaya – Mungkin sebagian pembaca sudah sangat akrab dengan “Seni Jaranan” yang berasal dari Jawa Timur tersebut. Meskipun pada kenyataannya penamaan kesenian ini pada masing-masing daerah terdapat perbedaan. Namun, hampir kesemuanya memiliki citarasa yang sama dan selalu diidentikan dengan peng-istilah-an “kuda buatan/mainan“.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi seniman Lira Indonesia“ASLI” Jawa Timur Abdoel Semut.

“Memang begitulah kisahnya. Istilah Jaranan sendiri berasal dari bahasa Jawa, “jaran” yang berarti Kuda. Sedangkan akhiran “-an” dimaknai sebagai bukan sungguhan atau hanya sekedar mainan/buatan.” ujar Semut.

Jadi, kesenian ini bisa diartikan sebagai suatu seni yang dalam pelaksanaannya menggunakan properti kuda buatan. Adapun bahan baku properti tersebut sangat beragam dan bergantung pada kreativitas masyarakat daerah pendukungnya,ulas semut kepada media minggu 19/12/2021 di sanggar remongnya yang berada di daerah dupak, bangunsari kota surabaya.

Semut menjelaskan, mengenai filosofis pemilihan “kuda” bukannya tanpa makna. Dalam budaya Jawa, jaran atau kuda merupakan binatang simbol kekuatan, lambang keperkasaan dan lambang kesetiaan.

Ketika manusia menggunakan kuda sebagai kendaraannya, maka manusia digambarkan sedang berjuang menempuh kehidupan untuk mencapai tujuan hidupnya, papar Semut yang jugayoutuber di kanal Sabda Aksara Channel itu.

“Lebih dari itu, bahwa seni jaranan dan bantengan adalah kamuflase dari seni beladiri yang dilarang belanda pada jaman penjajahan. Jadi, Seni tersebut juga sebagai wadah pelestarian kesenian Pencak Silat yang indah, ramah dan melindungi,” tuturSsemut yang juga memiliki sanggar tari remong untuk anak-anak itu.

Menurut Semut, di Jawa Timur terdapat banyak paguyuban jaranan atau bantengan yang masih mampu menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat. Lebih lanjut ia menjelaskan, fungsi dari paguyupan adalah sebuah ruang untuk melestarikan budaya dan seni taradisi jaranan dan bantengan sebagai warisan leluhur bangsa jJwa yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi muda agar tetep lestari.

LIRA
Tetap sering melakukan konsolidasi antar pengurus (foto : ist)

Kemudian Semut menyebutkan salah satu entitas yang masih aktif adalah paguyuban WALUYO JATI Pimpinan Bopo Cholis dari kabupaten Sidoarjo. Mereka terus berusaha menyalakan api eksistensinya, akan tetapi kondisinya tampak kembang kempis dihajar pandemi covid-19.

“Bagaimana tidak kembang kempis? Secara kuantitas jumlah pementasan sangat menurun darastis karena tersandera PPKM yang berjilid-jilid. Belum lagi, beberapa dari seniman jaranan atau bantengan juga harus kehilangan mata pencaharian utama mereka karena pandemi. Ini kan sangat merisaukan,” imbuhnya.

Saran dan aspirasi asosiasi seniman lira “ASLI” Jawa Timur kepada pemerintah, to the point ia menyampaiakan bahwa pemerintah harus hadir dan melindungi mereka dari ancaman kepunahan dari paparan pandemi covid-19 yang masih melanda.

Berikut saran dan rekomendasi Asosiasi Seniman LIRA “ASLI” kepada pemerintah provinsi jawa timur :

1. Mendorong dinas pariwisata dan kebudayaan jawa timur agar lebih serius melindungi asosiasi / paguyuban seniman terdampak pandemi covid-19.

2. Mendorong dinas pariwisata dan kebudayaan jawa timur untuk memberikan insentif fiscal dan bantuan social kepada asosiasi / paguyuban seniman terdampak pandemic covid-19.

3. Mendorong dinas pariwisata dan kebudayaan jawa timur untuk memfasilitasi asosiasi / paguyuban seniman untuk mendapatkan sertifikat CHSE “cleanliness, healthy, safety, and environment sustainability”.

4. Mendorong dinas pariwisata dan kebudayaan jawa timur untuk melibatkan asosiasi / paguyuban kesenian pada event-event yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

Demikian aspirasi kami mewakili para seniman yang tergabung dalam asosiasi seniman lira Indonesia “ASLI” JawaTtimur. Semoga masih ada hati nurani dan ruang terbuka untuk para seniman dalam upaya menyalakan api perjuangan menjaga kesenian dan kebudayaan jawa timur dari abrasi globalisasi. Salam budaya, rahayu rahayu rahayu, pungkas semut. (mu)

Penulis : Abdul Majid – Ketua LIRA Disability Care/Penyandang Disabilitas Sensorik/Netra