hariansurabaya.com | SURABAYA – Revitalisasi Kota Lama Surabaya merupakan proyek penting yang melibatkan berbagai pihak, mulai pemerintah kota hingga akademisi. Seperti halnya, seorang sejarawan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum. sekaligus tim ahli cagar budaya Kota Surabaya.
Seperti halnya Jakarta yang memiliki Kota Tua sebagai destinasi wisata sejarah yang populer, kini Surabaya memiliki Kota Lama yang terbagi atas beberapa kawasan. Mulai kawasan Pecinan, Arab, hingga Eropa yang baru saja selesai direvitalisasi. Kawasan di jalanan Rajawali Surabaya itu dipenuhi dengan bangunan-bangunan bernuansa Eropa yang dulunya diisi dengan berbagai aktivitas kolonial Belanda pada masanya.
“Dulunya pada abad ke-18, terdapat beberapa aktivitas, mulai pemukiman, perkantoran seperti kantor presiden, polisi, hingga kantor militer. Jadi, memang sebagian besar kawasan tersebut merupakan kawasan untuk pejabat kolonial,” ujar Prof Purnawan kepada Unair News. Rabu, (19/6/2024).
Pemertahanan Keaslian Bangunan Bersejarah
Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya telah memiliki banyak bangunan konvensional modern di berbagai titik kotanya. Bahkan, dua mall terbesar di Indonesia berlokasi di Surabaya. Namun, sebagai Kota Pahlawan, Surabaya tidak pernah menghapuskan nilai-nilai historikal yang pernah hidup di kotanya.
Bangunan-bangunan yang ada, perlu dipertahankan corak ataupun gaya bangunannya yang merupakan salah satu cagar budaya yang dimiliki. Untuk itu, sebagai pemerhati sejarah perkotaan, dalam proyek tersebut Prof Purnawan pun turut berkontribusi dalam pemertahanan sifat cagar budaya dari bangunan-bangunan yang ada di kawasan revitalisasi.
“Sebagai akademisi, kami memberikan advice atau masukan-masukan yang terkait dengan pemertahanan bangunan, gaya bangunan dan sebagainya, agar tetap terjaga aspek kebudayaannya,” tutur Purnawan.
Selain itu, sebagai ahli di bidang sejarah, Prof Purnawan pun turut terlibat dalam penulisan narasi-narasi yang ada pada bangunan bersejarah yang ada pada kawasan Kota Lama. Sehingga tidak hanya sebagai destinasi wisata, kawasan Kota Lama juga dapat menjadi media edukasi bagi para pengunjung.
“Karena dibutuhkannya narasi sejarah yang sebisa mungkin harus mampu menjelaskan kawasan ataupun bangunan di sana dari aspek kesejarahannya,” bebernya.
Kemudian, sebagai ahli sejarah perkotaan, Prof Purnawan pun mengusulkan penataan wilayah bersejarah yang lebih terintegrasi. Ia mengusulkan tema-tema dari aspek kesejarahannya yang dapat menjadi satu kesatuan, sehingga dapat lebih memikat masyarakat untuk berwisata ke Surabaya.
“Ada tema perkantoran, religi, perdagangan yang berupa pasar-pasar tradisional, tema transportasi darat maupun sungai, tema etnis dan tema perkampungan yang ada di Surabaya. Jadi, semua tema itu akan diintegrasikan menjadi satu kesatuan,” sambungnya.
Rencana Jangka Panjang
Sebagai proyek besar yang melibatkan banyak pihak dan ahli, tentu revitalisasi Kota Lama dilakukan bukan tanpa tujuan ataupun rencana kedepannya. Keberlanjutan diperlukan agar bangunan-bangunan lama bernuansa Eropa itu tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat.
Prof Purnawan mengatakan bahwa. dalam rencana jangka panjangnya, penataan wilayah menjadi hal yang harus dilakukan. Tidak hanya satu kawasan saja, tetapi juga diperluas ke kawasan Kota Lama lainnya. Dengan penataan yang baik, tempat-tempat tersebut dapat menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan.
“Untuk jangka panjangnya, saya pikir itu mengenai bagaimana agar bangunan-bangunan bersejarah yang ada, bukan hanya yang telah ditetapkan, tetapi seluruh kawasan menjadi tertata secara keseluruhan, sehingga menjadi lebih nyaman untuk orang-orang berkunjung,” tutup Purnawan. (ifa/fen/ari)