Pakar UNAIR Nilai Kebijakan Parkir Cerminkan Lemahnya Tata Kelola Parkiran Surabaya

4 views
Pakar UNAIR Nilai Kebijakan Parkir Cerminkan Lemahnya Tata Kelola Parkiran Surabaya (foto : ist)
Pakar UNAIR Nilai Kebijakan Parkir Cerminkan Lemahnya Tata Kelola Parkiran Surabaya (foto : ist)

hariansurabaya.com | SURABAYA – Penyegelan sejumlah minimarket oleh Wali Kota Surabaya karena pelanggaran aturan parkir, mengundang sorotan tajam. Pemerintah memang bermaksud tegas terhadap praktik parkir liar yang meresahkan, namun kebijakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai proporsionalitas dan keadilan dalam penegakan aturan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga , Prof Dr Rossanto Dwi
Handoyo Ph D, menilai tindakan ini mencerminkan lemahnya desain tata kelola perparkiran, bukan semata persoalan penegakan hukum.

“Masalahnya ada di parkiran, tetapi yang dihukum justru pemilik minimarket. Ini menjadi
tidak proporsional,” jelasnya.

Antara Ketegasan dan Ketimpangan

Menurut Prof Rossanto, tindakan represif memang bisa menimbulkan efek jera, tetapi tidak
akan menyelesaikan akar persoalan jika tidak diiringi reformasi sistem. Ia menyebutkan
bahwa pendekatan edukatif selama ini cenderung kurang efektif karena tidak diikuti oleh
sistem pendukung yang kuat.

Terlebih, minimarket bukan satu-satunya usaha dengan lahan parkir terbuka. Jika tindakan
hanya menyasar mereka, maka kesan tebang pilih menjadi tak terelakkan. Di sinilah muncul potensi ketimpangan, terutama karena tidak semua minimarket tergabung dalam jaringan besar banyak yang berskala kecil dan mandiri.

“Memberlakukan kebijakan seragam tanpa mempertimbangkan skala usaha justru dapat
memberatkan pelaku usaha mikro dan menengah,” jelasnya.

Skema Parkir

Lebih lanjut, ia menyoroti akar masalah yang selama ini belum diselesaikan.

“Pemerintah selama ini memungut pajak parkir tanpa sistem yang benar-benar bisa menghitung jumlah kendaraan yang parkir dan nilai transaksinya,” terangnya.

Alih-alih mengandalkan sanksi, Prof Rossanto mengusulkan tiga alternatif solusi. Pertama,
kerja sama dengan penyedia layanan parkir profesional berbasis teknologi agar parkir tetap
gratis bagi masyarakat, dan pajak dihitung dari data aktual. Kedua, sistem retribusi resmi
oleh juru parkir yang ditunjuk pemerintah, dengan tarif wajar bagi pengguna. Ketiga, retribusi dibayar oleh minimarket, bukan masyarakat. Namun, skema terakhir dinilai kurang ideal karena menambah beban usaha dan berpotensi menaikkan harga barang.

“Dengan pendekatan ini, parkir tetap bisa gratis bagi masyarakat, sementara pihak
minimarket hanya perlu bekerja sama dan menyesuaikan sistemnya tanpa terbebani secara
sepihak,” ungkapnya.

Keadilan sebagai Arah Kebijakan

Prof Rossanto menekankan pentingnya arah kebijakan yang jelas dan adil. Jika pemerintah
ingin menjamin parkir gratis, maka harus ada insentif dan sistem teknis bagi pelaku usaha.
Jika ingin menarik penerimaan, maka sistem pelaporannya harus transparan dan sistematis.

“Surabaya adalah kota jasa dan perdagangan. Kebijakan publik seharusnya mendukung
iklim usaha, bukan memperumitnya, tindakan cepat memang terlihat responsif, namun solusi yang adil dan efektif hanya bisa lahir dari proses kolaboratif yang melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah,” jelasnya. (acs)