hariansurabaya.com | Berpulangnya Lim Ching Hay. Mantan aktor lawas, master kungfu, maha guru barongsai dan pakar sinshe
Surabaya – Kembali kita kehilangan tokoh kebanggaan kota tercinta, tepat pada saat warga Surabaya diliputi kebahagiaan dalam merayakan hari jadi yang ke 728 pada 31 Mei lalu. Beliau adalah Lim Ching Hay yang meninggal dunia pada usia 80 tahun. Jenazah dikremasikan di Jala Pralaya Juanda pada hari Sabtu (5/6).
Semasa hidupnya, mendiang dikenal sebagai master sinshe yang hebat dalam Pengobatan Orthopedi seperti keseleo, patah tulang, amsiong dang miao dengan menggunakan ramuan obat tradisional tiongkok Zhong Yao. Tapi kesibukannya tersebut lebih banyak bersifat sosial, karena pasien hanya di suruh mengganti biaya obatnya saja.
Ada salah satu cerita yang unik dan menarik. Yaitu kesaksian dari Ai Yue Tze salah satu kerabat pasien ketika ayahnya sakit keras di Bojonegoro. Maka dilakukannya pengobatan jarak jauh (fajie) hanya dengan perantara foto pasien. Dan sakit dari ayahnya tersebut dapat disembuhkan. Selanjutnya ilmu sinshe pengobatan tradisional tionghoa itu diwariskan kepada keponakannya yang bernama Lim Kwang Ming sampai sekarang.
“Empek orang yang sangat disiplin waktu dengan jadwal praktek senin-jumat antara jam 9-12 siang dan jam 3-6 sore. Prinsip 8 kebajikan pada sesama manusia diterapkan dengan membantu pasien yang tidak mampu atau ekonominya lemah. Mengobati dengan berdoa pada tuhan secara ketulusan hati merupakan kunci kesembuhan si pasien” jelasnya.
Salah satu teman kecil mendiang saat berdomisili di kapasari yaitu Cheng A Yang menjadi saksi sejarah kehebatan pengobatan mendiang Lim Ching Hay ketika menjadi sinshe keluarga Cendana di era tahun 1980-1990.
Kilas singkat perjalanan hidup mendiang menurut salah satu teman kecilnya Ming Ong, saat dia tinggal di Cantikan Tengah pada 1967-1970. Dia pernah menjadi pegawai toko di pinggir kali gembong (sekarang pasar atum). Karena keahliannya dalam kungfu dan pengobatan, maka dia banyak memiliki teman.
Nama beliau naik daun saat menantang jago Jujitsu bernama Diam Sui bertarung di gunung Kawi pada 1970 dan memenangkan pertarungan tersebut. Sejak itulah banyak yang ingin belajar kungfu padanya. Kemudian pada tahun 1972 menjadi bintang film laga yang berjudul Lima Jahanam bermain bersama almarhum Ratno Timoer.
Nama Lim Ching Hay makin berkibar pada 1975. Kemudian beliau mendirikan perguruan LCH kungfu dan barongsai di Sidotopo Wetan. Kesaksian duo murid senior Cong Dian dan Yong Dian yang mengatakan bahwa Lim Chin Hai adalah guru yang rendah hati, hidup sederhana, pekerja keras, disiplin, jujur dan berpegang teguh etika moral kebajikan. Inilah prinsip hidup yang diajarkan kepada semua murid-muridnya.
Padahal saat itu tempat latihannya berupa bangunan non permanen di tengah sawah yang berlumpur kalau saat musim penghujan datang. Serta hanya memakai lampu ublik saat malam hari. Namun banyak orang yang datang kesini untuk belajar kungfu kepadanya.
Silsilah keluarga Lim Ching Hay di mulai dari Kakek The Poo An. Anaknya The Sik Hwa Nio menikah dengan Lim Bo Seng guru Kundao aliran Shandong Tiongkok. Mempunyai anak Lim Tjing Hay (papa) yang belajar Kundao dan pengobatan belajar kepada engkong Tee Poo An. Lim Tjin Poo papanya Fredrik Lim Kwang Ming belajar secara turun temurun dengan otodidak. Awalnya belajar jurus kungfu hanya dari melihat saja, yang kemudian mempraktekkan. Kalau belajar barongsai sudah tertarik sejak kecil.
Selamat jalan Lim Ching Hay sang Master Kungfu kebanggaaan. Semoga menemukan kehidupan yang berbahagia di surga dan bertemu dengan The Khang Hay sesama master kungfu dan Ratno Timoer master pencak silat.(Sun)