Eliminasi Tuberkulosis, Satgas Optimis Incidence Rate TB di Surabaya Menurun

24 views
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina

Surabaya, HarianSurabaya–Satgas Penanggulangan Tuberkulosis (TBC) atau TB di Surabaya gencar mengeliminir keberadaan penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis tersebut. Upaya ini dilakukan dengan menggandeng banyak pihak, baik instansi pemerintah, swasta, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, Surabaya merupakan satu dari empat kabupaten/kota di Indonesia yang telah membentuk Satgas Penanggulangan TB. Pembentukan ini sebagaimana menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

“Perpres itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Satgas melalui SK Wali Kota Surabaya pada akhir September 2021. Dan pada saat itu juga langsung kita buat rencana kerja untuk triwulan pertama,” kata Nanik ditemui seusai acara Rapat Evaluasi dan Monitoring Penanggulangan TB di Hotel Bumi Surabaya, Kamis (31/3/2022).

Menurut Nanik, rapat kerja ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil capaian Satgas yang terdiri dari Perangkat Daerah (PD), LSM, institusi pendidikan, akademisi dan media dalam upaya penanggulangan TB selama triwulan sebelumnya. Sekaligus pula untuk menyusun program agenda kerja pada triwulan berikutnya.

“Penanggulangan TB di Surabaya sudah relatif optimal. Kita sudah ada Satgas TB di tingkat kecamatan dan didukung dengan kontribusi dari LSM, akademisi, institusi pemerintah maupun swasta. Kita sudah terbangun itu,” ujar dia.

Apalagi, kata Nanik, dengan adanya SK Wali Kota Surabaya, penanggulangan TB lebih terkondisikan dan terfokus pada bidang masing-masing. Karenanya, pihaknya optimistis, Surabaya mampu mencapai target tahunan penanggulangan TB. Paling tidak, di tahun 2022 ini, Satgas bisa menemukan kasus sebanyak mungkin dan mengobatinya sampai sembuh.

“Kita harus optimis bisa mencapai target tahunan, penurunan incidence rate (kasus baru). Tidak ada kasus TB yang neglected (ditelantarkan) tidak tertangani dan tidak ada kasus TB yang dropout. Mantan pasien TB yang semula sakit dan cuti, bisa bekerja kembali,” tutur dia.

Nanik menerangkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan sejumlah treatment bagi pasien TB di Kota Pahlawan. Di antaranya adalah mendampingi pasien mengakses pengobatan serta mengatasi segala permasalahan sosial yang dihadapi pasien. Termasuk pula memberikan intervensi terhadap lingkungan tempat tinggal pasien apabila rumahnya tidak layak huni (Rutilahu).

“Dengan program rutilahu apabila tempat tinggalnya tidak memenuhi syarat. Kemudian melakukan pemberdayaan untuk mereka agar bisa kembali mandiri setelah menyelesaikan pengobatan. Lengkap dari hulu ke hilir,” jelas dia.

Bahkan, pemkot melalui Satgas juga memfasilitasi penjemputan ke rumah pasien apabila tidak memiliki kendaraan. Termasuk di dalamnya melakukan treatment berupa pendampingan secara psikis, emosional, penguatan, hingga pemenuhan kebutuhan pokok dan yang dibutuhkan pasien selama menjalani pengobatan.

“Kita juga berikan pemberdayaan apabila mereka kehilangan pekerjaan. Sehingga setelah mereka sembuh pun tetap bisa hidup mandiri,” ungkap dia.

Di samping itu, Kadinkes menjelaskan, 63 Puskesmas di Surabaya sudah bisa melakukan skrining TB. Bahkan pula jika ditemukan ada yang sakit, tenaga kesehatan di Puskesmas juga bisa mengobati.

“Kita juga sudah kerja sama dengan dokter praktek mandiri, dengan klinik swasta, dan sebagainya. Kalau harus dirujuk ke rumah sakit, kita sudah mempunyai 59 rumah sakit rujukan. Namun sesuai dengan kapasitas (rumah sakit) nya,” kata Nanik.

Di sisi lain, Nanik juga menyatakan, meski sejumlah rumah sakit di Surabaya belum bisa mengobati TB, namun tetap bisa melakukan skrining dan pemeriksaan terhadap suspek yang ditemukan. Nah, ketika ditemukan pasien positif TB, maka selanjutnya dirujuk ke pelayanan fasilitas kesehatan yang memberikan pengobatan.

“Pengobatan bisa diakses di semua puskesmas, 63 puskesmas secara gratis. Apabila ada kondisi khusus atau faktor pemberat, maka bisa dirujuk ke rumah sakit sebagai layanan lanjutan. Tapi jika dalam kondisi yang stabil dan aman semuanya dilakukan di puskesmas,” terang dia.

Meski demikian, Nanik berharap agar masyarakat bisa lebih waspada dan mengetahui gejala-gejala penyakit TB. Dengan begitu, ketika mempunyai gejala-gejala yang menjurus ke TB bisa segera mencari pertolongan. (mir)