hariansurabaya.com | SURABAYA – Beberapa waktu yang lalu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo mempromosikan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia lewat event Employment Matching Fair in Hamamatsu 2023 guna membantu memenuhi kebutuhan tenaga kerja asing di Jepang. Kegiatan itu dilatarbelakangi oleh kondisi Jepang saat ini yang membutuhkan sekitar 6,74 juta tenaga kerja asing pada tahun 2040.
Ternyata hal ini sudah dibidik oleh Wiliiam, anak muda asli Suroboyo yang pernah lama kuliah dan tinggal di Jepang.
Profil William
Nama lengkapnya William Tanzania atau panggilannya William. Pada tahun 2016 dia untuk pertama kalinya pergi ke Jepang. Arek Suroboyo yang lahir 8 Desember 1997 itu hanya berbekal nekad. Dia tidak bisa Bahasa Jepang, dan di Jepang-pun masih banyak orang yang tidak bisa Bahasa Inggris. Hanya berbekal hobi nge-Game, William mendaftar kuliah di HAL Osaka University D4 jurusan Game Design setelah menyelesaikan sekolah bahasa di Jepang.
Setelah hampir 7 tahun di Jepang, tepatnya bulan Agustus 2022 di tengah pandemi yang belum usai dia nekad kembali ke tanah air. Ada beberapa alasan yang membuat dia ngotot balik ke Indonesia. Diantaranya adalah untuk memperkuat team di Indonesia sehingga bisa lebih fokus ketika mau mengembangkan Pocket Nihongo. Juga lebih mudah untuk menandatangani kontrak B2B dengan client dan memberikan seminar secara langsung ke murid-murid. Karena meskipun baru hadir, tapi Pocket Nihongo mempunyai business partner yang cukup bergengsi diantaranya adalah David Tjokrorahardjo, Alva Tjenderasa, Merry Riana dan Fredy Dermawan . Semuanya tinggal di Indonesia. Sehingga kepulangan William akan mempermudah untuk diskusi secara langsung dengan mereka.
Sedangkan pertimbangan William untuk membuka Pocket Nihongo di Indonesia ada beberapa alasan. Karena orang Indonesia mempelajari bahasa Jepang terbanyak nomer 1 di Asia Tenggara dan nomer 2 di dunia. Juga pelajar SMA yang belajar bahasa Jepang di sekolahnya ada 8 juta jiwa yaitu 10% dari semua murid SMA di Indonesia.
Ada juga alasan lain yaitu karena jumlah pengangguran di Indonesia ada 8 juta jiwa sedangkan di Jepang ada 5 juta loker, sehingga peluang dapat kerja lebih tinggi daripada indonesia sendiri. Termasuk UMR Jepang 20 juta rupiah dengan potongan 35-50% termasuk biaya hidup sehingga menabung bisa 10jt rupiah per bulan.
William juga mengatakan bahwa budaya Jepang sudah melekat di Indonesia bahkan lebih dari 10 tahun lebih. Sehingga orang Indonesia bukan hanya kerja di Jepang untuk uang saja, tapi karena memang banyak yang suka dengan semua yang berbau Jepang termasuk anime, budaya, maupun teknologinya.
Untuk itu visi William dalam mengembangkan Pocket Nihongo adalah bisa memberangkatkan 10.000 orang Indonesia yang bahkan hanya lulusan SMA atau SMK sederajat sekalipun untuk bisa bekerja di Jepang hingga tahun 2025.
Tujuannya adalah untuk bisa memberikan pelatihan berkualitas dalam proses persiapan keberangkatan orang Indonesia ke Jepang dan bisa menaikan pendapatan rata rata orang Indonesia dengan cara memberikan bantuan lapangan pekerjaan di Jepang. Dengan begitu, para pemuda yang bekerja di Jepang pun diharapkan bisa mengubah ekonomi keluarga dan orang terdekat mereka menjadi lebih baik lagi.
Sedangkan penghargaan yang pernah diterimanya sebagai CEO Pocket Nihongo itu adalah sebagai lulusan Founder Institute Japan 2022, sebuah inkubator startup berpusat di Sillicon Valley.(ac)